"Sepuluh Tahun Berumah-tangga, Dia Tidak Pernah Minta Bercinta”

03.39 15 Comments A+ a-



Malam Minggu kemarin, saya bersama salah seorang kawan dari Komnas Perempuan, Elwi Gito, menghabiskan waktu di tengah kemacetan ibukota di dalam taksi. Seperti biasa, setiap pertemuan selalu diisi dengan bertukar cerita seru dan pengetahuan baru tentang masalah sosial. Entah itu masalah Mary Jane yang sedang banyak diperbincangkan hingga masalah kemacetan ibukota yang semakin menggila dari hari ke hari. Bahkan soal Making Love alias bercinta pun, kita jadikan sebuah topik perbincangan.



Pembicaraan kami pun terhenti saat si bapak supir bertanya:

“Maaf nih, kalau boleh tahu, kalian agamanya apa?”

Kita berdua sontak kaget, gerangan apa yang membuat beliau bertanya seperti itu?

“Ada masalah apa ya pak sampai bertanya soal agama? Kalau kita bukan kelompok agama tertentu, apa kita gak boleh naik taksi ini?”

“Bukan, saya mau bercerita, tapi takut salah ngomong aja.”

“Tentang apa?”

“Kenapa ya istri saya akhir-akhir ini suka membanding-bandingkan saya dengan mantan pacarnya?”

GUBRAK! Pertanyaan yang sangat rumit sekali. Saya sendiri masih memiliki masalah percintaan, eh malah diberikan curahan hati yang lebih menyayat hati!

Tapi, kenapa awalnya dia bertanya soal agama?

“Ah, itu sih karena bapak dan istri kurang piknik aja,” jawab Elwi dengan gaya wolesnya.

Si bapak bernama Otong (bukan nama sebenarnya) lalu bercerita tentang masalah rumah tangganya. Selama sepuluh tahun ini, beliau merasa rumah tangga yang telah dibina ternyata sia-sia. Betapa tidak, rasa cinta yang telah begitu dalam merasuki sukma Pak Otong terhadap sang istri ternyata tidak pernah terbalaskan. Bahkan Pak otong pernah digugat cerai pada tahun 2012, saat mantan akuntan itu menjadi seorang supir taksi dan kehidupan rumah tangga menjadi berubah seratus delapan puluh derajat! Namun demi anak tercinta, mereka kembali rujuk. Dan kini, Pak Otong merasa rumah tangga ini tidak bisa diselamatkan lagi, setelah sang istri terlihat sudah tiada rasa kepadanya hingga berani membanding-bandingkannya dengan para mantan terdahulu.

“Bahkan soal ML pun, dia tidak pernah meminta!” sahut Pak Otong.

“HAH? KAN UDAH PUNYA ANAK PAK? JADI ITU ANAK SIAPA?” saya menjawab dengan antusias.

“Maksud saya, selama sepuluh tahun berumah tangga, dia tidak pernah minta bercinta. Selalu saya melulu yang minta. Berarti kan, ada something wrong! Setelah saya selidiki, sepertinya dia masih terbayang-bayang dengan masa lalunya…”

“Ah, bapak tahu dari mana?”

“Saya memaksanya untuk bercerita tentang masa lalunya. Ternyata dia masih memiliki rasa. Rasa yang begitu dalam. Bayangkan, sebelum menikah dengan saya, dia telah berpacaran selama bertahun-tahun dengan seorang pria dengan jabatan yang telah tinggi. Hartanya melimpah. Bahkan saat si mantan bertugas di Papua di tahun 1998, tahunnya krisis moneter, rela banget pulang pergi Jakarta - Papua demi menemui istri saya. Bayangkan, pada saat itu naik pesawat itu benar-benar mahal. Hanya orang kaya yang bisa seperti itu. Secara logika, kalau sudah bertahun-tahun berpacaran, ya kira-kira enam tahunan, dan si mantan memberikan pengorbanan yang begitu tinggi, apa dia nggak akan meminta 'feed back’ ?”

“Jadi Pak Otong gak terima si istri dinikahkan dengan kondisi udah nggak perawan, ya?”

“Bukan itu maksud saya”

“Lalu? Cinta itu kan berarti harus menerima apa adanya?”

“Saya tahu, saya menerima dia apa adanya. Namun kenapa istri saya nggak pernah bercerita tentang hal itu sebelumnya? Dan kamu tahu, istri saya dan mantannya itu putus karena beda agama, mungkin inilah yang menjadikan istri masih memiliki harapan-harapan semu. Beda dong kalau istri saya putusnya karena diselingkuhi, mungkin dia nggak akan menaruh harapan itu kepada si mantan”

“Jadi Pak Otong menyesal?”

“Ya nggak juga sih, tapi agak kesal juga. Oh ya coba deh kamu bayangin, kalau gaya pacarannya kayak gitu sih, pastinya istri saya pernah ‘dicelupin’ beberapa kali sama mantannya itu”

“Tapi Pak, itu kan udah jadi masa lalu dia. Gak usah diungkit lagi!”

“Iya tahu sih… Tapi saya jadi merasa sia-sia aja berumah-tangga sama dia. Ternyata selama ini, dia gak pernah pakai cinta!”

Aduh, kok semakin rumit begini, ya? Berbicara soal cinta itu sangat berat bagi saya sendiri. Apa lagi percintaan antara pasutri. 

Sayangnya, Elwi harus berpisah karena harus melaksanakan tugas kembali di Komnas Perempuan. Ia pun turun di depan kantor. Kini hanya saya dan Pak Otong di dalam taksi sambil bercerita.

“Saya pernah tanya sama dia, apa dia cinta sama saya. Dia malah menjawab, ‘Saya tidak tahu apa itu cinta, tapi yang saya rasakan kepada kamu lebih dari rasa sayang.’ Maksudnya apa coba? Lalu dia juga berkata, ‘Kamu tahu, kebahagiaan adalah saat seseorang disayangi daripada saat ia dicintai tapi hanya cinta sesaat’”

Mengapa semakin rumit begini, ya? Saya semakin tidak mengerti apa yang beliau katakan. Karena saya sendiri masih bingung seperti apa definisi cinta itu.

“Semua kisah saya dicatat di dalam sebuah diary harian. Saya masih ingat, ia pernah berkata seperti itu pada tanggal 14 oktober 2014”

Apa? Bahkan Pak Otong pun masih menulis diary? Menurut saya ini menakjubkan sekali, lho. Di zaman sekarang, pasti sudah jarang sekali seseorang menulis kisahnya dengan menulis diary konvensional. Apa lagi penulisnya seorang bapak dengan profesi supir taksi. Wah, salut sekali. Ternyata menulis diary tidak pernah memandang gender, umur, bahkan profesi!

“Saya sudah menelusuri mantan-mantan istri saya. Kalau mantan yang barusan saya ceritakan, saya kurang tahu posisinya di mana, tapi kayaknya sudah meninggal, deh. Kalau mantan yang lainnya, masih ada, tapi hidupnya lebih parah dari saya. Cuma pengangguran nggak jelas. Saya juga melihat, kok mantan-mantannya istri saya begitu semua ya. Karakternya jelek-jelek. Terus kalau dilihat dari gaya bercintanya, memang kebanyakan kreatif. Jangan-jangan istri saya pernah ‘begitu’ sama semua mantannya”

“Ih Pak Otong jangan suudzon begitu, dong. Memang Pak Otong tahu dari mana?”

“Saya kan suka belajar karakter orang dari buku, termasuk melihat karakter orang dilihat dari nafsu seksnya”

“Kalau karakter teman saya yang tadi, bagaimana, Pak?”

“Dia baik ya, pintar, asyik, kalau soal seks sih, dia standar aja, kebanyakan pakai logika”

“Hahaha, aduh si Pak Otong berani-beraninya ya cerita soal beginian ke penumpang. Penumpang lain dicurhatin juga nggak, nih?”

“Tidak mbak, saya cuma bercerita tentang hal ini kepada kalian, karena saya sudah nggak tahan. Dan berdasarkan pembicaraan mbak dengan temannya tadi, saya melihat kalian asyik diajak bercerita. Makanya saya berani”

Sumpah demi apapun, ini adalah pertama kali saya mendapatkan supir taksi yang berani bercerita panjang tentang rumah tangganya. Saya pun meminta izin kepadanya untuk menuliskan hal ini di dalam blog. Tidak lupa saya meminta nomor kontaknya, karena siapa tahu saya bisa dipinjamkan diary-nya untuk dijadikan naskah buku nanti.

Saya tersenyum sendiri.

"Oh ya, saya suka sakit hati kalau melihat mobil Starlet, soalnya itu kayak mobil mantannya istri saya dahulu”

Yah si bapak, sampai segitunya…

“Menurut agama, saya seharusnya bagaimana ya?”

“Yah bapak, mana saya tahu. Kan saya bukan ustadzah. Tapi kalau menurut saya sih, itu namanya ujian dalam berumah tangga. Pasti bisa dilewati kok, Pak. Yang penting komunikasinya aja harus lancar. Bapak dan istri mungkin butuh bulan madu dan belajar posisi bercinta yang lebih dahsyat”

“Saya sudah nggak tahan, saya rencananya mau bercerai, bagaimana?”

“Semua pilihan ada di tangan bapak, kok”

Obrolan terhenti saat saya sudah sampai di depan rumah. Saya pun pamit dan menasehati si bapak untuk tetap tawakal.

“Kapan-kapan kita bertemu lagi ya, mbak. Jangan lupa miss call saya”

“Baiklah, terima kasih, Pak. Tetap tawakal dan dekatkan diri kepada Tuhan ya. Jangan banyak bengong dan berpikir untuk yang tidak-tidak, ya”

Malam yang begitu penuh pembelajaran diri. Dari cerita beliau, saya menarik kesimpulan bahwa memang sebuah kewajiban bagi kita untuk mengetahui segala hal mengenai calon pendamping hidup. Entah itu baik dan buruk, semua harus diketahui dan diterima dengan apa adanya. Keterbukaan dan komunikasi tentu perlu di setiap hubungan. Terima kasih Pak Otong, kamu telah membuka pikiran saya dan memberikan bekal untuk menjalin kasih dengan calon pendamping saya nanti, yang entah siapa, dan kini berada di mana. 

Mungkinkah pendampingku itu kamu, A ?

15 komentar

Write komentar
RR
AUTHOR
26 April 2015 pukul 04.12 delete

Di samping banyak remaja-remaja yang galau akan pacarnya masing-masing, ada seorang supir taksi seperti ini kehidupan cintanya. Perlu dibaca banyak remaja sekarang nih biar mereka tahu kehidupan cinta ada yang seperti Pak Otong ini.

Reply
avatar
26 April 2015 pukul 04.20 delete

benar, bahkan yang sudah menikah pun ternyata bisa galau ya

Reply
avatar
Laini Laitu
AUTHOR
26 April 2015 pukul 04.43 delete

Daebakkk.....
10 tahun dan si.istri masih terbelenggu dengan masa lalu -_- #pukpukpakotong...
saya speechless... walaupun nggak tahu masalah fixnya dr sisi sang istri tetep aja ya kalo ngeliat dr sisi si bapak...
kesian ini bapak... hueeee
berasa nonton pelm ftv ikan terbang...

Reply
avatar
26 April 2015 pukul 05.05 delete

jiahahahaak ketahuan ih seleranya!

Reply
avatar
Andin
AUTHOR
26 April 2015 pukul 06.45 delete

kasihan juga sih kak pin. Tapi kata emak gue,"mendingan menikah sama orang yang mencintai kamu, daripada nikah sama orang yang kamu cintai"..
tapi gue juga belum paham masalah beginian...cuman bisa manggut" ajah

Reply
avatar
26 April 2015 pukul 07.18 delete

nyokap gw jg ngomong gt dan gue jg belom terlalu paham haha

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
26 April 2015 pukul 07.35 delete

Pesan moralnya adalah: lihatlah karakter orang melalui nafsu seksnya.
AH, becanda.
intinya, nikah itu nggak kayak kentut di depan tetangga yang bisa minta maaf lalu masalah kelar. palingan nyisain sedikit kekesalan karena baunya masih melekat sedikit. Tapi, nikah itu bener2 harus dipikirin matang2. bahkan harus lebih matang dari susunya istri pak otong. bener.
kalo salah, ya gini, mumet kan.
Ah, tapi gue juga ga tau ah. Gue sendiri masih jomblo sih, sok-sok kasih kata2 bijak. ckckck..

Reply
avatar
Ramy
AUTHOR
26 April 2015 pukul 08.14 delete

jahat banget sih kalo menurut gue kalo udah sampe bahas-bahas mantannya di depan suaminya, padahal sebelumnya gak pernah cerita :-/

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
27 April 2015 pukul 07.13 delete

Begitulah cinta... deritanya tiada akhir - Ti Pat Kai. :)))

Emang yah, cinta itu persoalan yang paling susah dipecahkan.

Reply
avatar
RaNuy
AUTHOR
16 Mei 2015 pukul 21.44 delete

Apalah ini... Baca sambil bayangin yang sebenarnya. Terasa sakit sekali jadi Pak Otong ituu... Huhuhuu

Reply
avatar
Hoorizon
AUTHOR
21 Mei 2015 pukul 06.07 delete

Nice post, kalo bisa font.nya digedein lagi, kayak semut gini -_-

Reply
avatar
25 Juli 2015 pukul 15.21 delete

waduuh kalo bica mantan di depan pacar sih biasa aja ya
kalo di depan suami sih bikin cemburu banget pastinya
kesian pa Otong

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
20 Agustus 2015 pukul 03.26 delete Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
avatar
Unknown
AUTHOR
20 Agustus 2015 pukul 03.28 delete

Dibandingkan dengan mantan atau laki-laki lain itu paling ga enak -_-

Mampir ya ke blog gue:

http://www.jomblo25tahun.blogspot.com/

Reply
avatar
Dini Febia
AUTHOR
5 Maret 2016 pukul 05.18 delete

Duh, si pak otong kasihan banget, sih. Ga tega ngebayanginnya. Dan pastinya sakit tahu si istri begitu.

Reply
avatar