#CHSI : Curahan Hati Seorang Irvinalioni (Edisi : Proses Saya Berhijab)
Proses berhijab saya dari tahun ke tahun. |
Berhijab itu kewajiban bagi setiap Muslimah. Namun terkadang
banyak alasan Muslimah untuk tidak mengenakan hijab. Alasan paling umum adalah
ingin membersihkan hati dahulu. Walaupun salah satu Ustad pernah berkata bahwa
membersihkan hati bisa diiringi sambil berhijab.
Well, saya yakin
setiap Muslimah sadar akan kewajibannya yang satu ini. Namun saya tidak pernah
sama sekali memaksakan teman-teman perempuan Muslim untuk lekas memakai hijab. Termasuk
sahabat saya sendiri, yang saya kenal lebih agamis dibandingkan saya yang telah
berhijab selama dua tahun. Saya pun tidak pernah menyindir teman agar lekas
berhijab. Seperti yang pernah ceritakan sahabat saya ketika berada di dalam
suatu masjid.
“Ada hijaber taplak nyindir-nyindir gue pas abis solat. Intinya
mereka nyuruh gue berhijab. Ya udah sih, gak usah pake nyindir juga kali,”
katanya. Saya hanya terkekeh-kekeh di sampingnya yang bercerita sambil menyetir
mobil.
Sekali lagi, saya tidak pernah sama sekali menyuruh atau
menyindir teman untuk lekas memakai hijab. Toh bagi saya, mereka sudah tahu
akan kewajiban ini. Ingin mengingatkan namun saya merasa tidak pantas, karena
saya sendiri bukan hijaber yang belum benar-benar beriman. Saya pun tidak
merasa lebih alim dibandingkan mereka.
“Gue mau sih berhijab,
tapi nanti kalau hati sudah mantap!”
“Gue mau sih berhijab,
tapi mantapin hati dulu. Gue gak mau sampai jadi remaja labil yang buka lepas
jilbab atau pakai jilbab karena fashion doang!”
Well, saya hormati
alasan mereka. Saya tidak mau terlalu mengusik urusan dia bersama Tuhan. Mau berhijab.
Solat. Sedekah. Terserah. Yang penting pertemanan jangan sampai terpecah belah.
----
Sebentar saja kita melihat masa lalu ketika saya pertama
kali memakai hijab. Kala itu di hari Jumat yang cerah saat di rumah sedang
sendiri, saya melihat banyak pashmina di dalam lemari Mama. Kebetulan beliau
memiliki banyak pashmina, kira-kira satu pintu lemari isinya ya itu semua. Sayang
sekali barang tersebut jarang dipakai olehnya, karena memang beliau bukan
seorang hijaber. Saya iseng untuk memakai pashmina dan menjadikannya sebagai
hijab. Saya lalu ber-selfie ria, mengunggahnya ke media sosial, dan komentar
positif pun bermunculan.
Saya nekat memakai hijab saat itu juga. Walau iman saya
belum kuat. Dan teringat akan pesan Papa untuk menyegerakan pemakaian hijab,
karena baginya hijab itu keharusan untuk saya sebagai anak perempuan
satu-satunya.
Tidak ada masalah berarti selama berhijab seperti kepanasan.
Banyak proses yang saya alami. Pertama saya berhijab dibarengi dengan punuk unta. Itu pun atas perintah Mama. Namun
saya merasa risih memakainya karena membuat kepala pusing akibat ikatannya
lumayan kencang. Belum lagi ketika para ustad menyarankan untuk tidak memakai
barang tersebut karena di dalam satu hadist dikatakan bahwa Muslimah yang
memakai punuk unta tidak akan bisa
masuk surga, pun mencium wangi surga itu sendiri.
Dua bulan setelah berhijab, saya diberikan ujian. Saya berkenalan
dengan lelaki. Berpacaran dengannya. Melakukan hal-hal gila. Putus. Dan penyesalan
pun melanda. Walau kegiatan gila itu tidak membuat rusak mahkota, saya tetap
saja menyesal. Merasa kotor. Walau kata teman-teman saya hal tersebut sudah
wajar ketika pacaran. Namun tetap saja, saya merasa kotor.
Lho, kok hijaber kayak gini? Gaya berpacaran
saya sama mantan kok bisa tidak sehat gini? Kok dia yang katanya jebolan
pesantren tidak bisa membimbing saya ke jalan yang benar?
Saya lalu sadar bahwa jebolan pesantren tidak menjamin
seseorang bisa benar-benar berada di jalanNya. Saya tidak mau terlalu berharap
untuk mendapatkan suami jebolan pesantren lagi. Bullshit!
Berhijab pun banyak prosesnya. Dan saya memang lebih nyaman
mengenakan hijab dengan model yang standar saja. Tidak banyak lilitan dan tidak
mengenakan jarum pentul. Hanya satu peniti yang saya ikatkan di bawah lipatan
hijab yang berada di bawah dagu. Mengulurkan hijab hingga dada pun kini sudah
saya jalani, walau terkadang juga tidak sampai situ. Namun saya selalu
mengusahakan untuk mengulurkannya. Seperti apa yang pernah dikatakan Nenek
bahwa dada perempuan itu salah satu mahkota pula, sehingga harus dijaga dengan
menutupinya dengan hijab.
Jika penampilan sudah lumayan menuju ridhoNya, bagaimana
dengan sikap saya? Well, hingga sekarang saya masih suka lupa sholat lima
waktu. Malas mengaji. Begitulah. Namun saya tetap mengusahakan di dalam
kesempatan untuk melakukan itu semua. Pelan-pelan deh.
Perkataan? Saya masih suka blak-blakan dan tidak terlalu
banyak pencitraan. Di kala hijaber lain suka memberikan tweet hadist-hadist, saya malah lebih suka memberikan tweet seenak udel sendiri. Terkadang berisi
hal-hal yang dewasa banget. Garing-garingan. Sindiran satir. Pokoknya tidak
hijaber banget, deh. Namun saya lebih nyaman seperti ini. Saya tidak mau
munafik, seperti apa yang dilakukan teman saya di dunia maya. Memberikan wejangan
yang diambil dari Alkitab. Namun pada dunia nyata, ia sering berzina. Saya adalah
saya, saya hanya ingin bebas berekspresi tanpa (terlalu) mencederai agama dan
orang lain.
Saya tidak tahu apakah saya bisa menjadi hijaber selamanya. Saya
tidak berani menjamin. Toh bisa saja saya nantinya tidak berhijab. Namun saya
tahu memang alangkah lebih baik saya bisa mempertahankan hijab. Agar tidak
dicap perempuan labil, seperti kasus Marshanda yang kemarin sepakat untuk tidak
kembali mengenakan hijab. Untuk kasus ini akan saya bahas di dalam tulisan berikutnya. Salam.
13 komentar
Write komentaralhamdulillah kak, masih banyak diluar sana yg belum menutupnya. hehe pertahankan kak pin :)
Replymantep kak curhatnya, berasa angin segar habis baca curhatan ini :D
ReplyHayo, kakpin, jangan sampai lepas hijab ya. Kalau beneran lepas hijab, status kakpin yang tentang marshanda aku screenshoot dan aku mention ke kakpin :p
ReplySuka dengan cerita kakpin. Hijaber yang gag munak itu keren, kak :D
kayaknya baru nemu juga model kaya kapin. hijaber tapi kayak bujan hijaber (?) gak munafik, minim pencitraan, twitnya sering nyablak. itu keren maksimal. lanjutkan kak..
ReplyDuh pin, sama banget sama proses hijrah gue yang sampe sekarang masih pelan. Semoga kita tetep termotivasi untuk istiqamah yaaah :DD
ReplyAha, dapet ilmu baru. Aku baru tau loh ka pin, ternyata berjilbab a la punuk unta itu gak boleh, ya.
ReplyYg bikin aku mulai membenahi hijab itu kata2 simple ini "pengen cantik dimata manusia yg bukan siapa2, atau dimata Allah yg maha kuasa?"
ReplyHihi bener jga sih. Cantik dimata manusia itu gak ada habisnya, nah klo dimata Allah kan tinggal liat surah al-ahzab 59 dan An-Nur 31 :D
Semangat kakpin! Cepet dapet suami yak hoho .
Karena wanita yg baik utk lelaki yg baik pula, dan begitu jg sebaliknya ({})
Berasa curhatin diri sendiri jadinya haha. Gue berusaha utk jilbaban dari kelas 7, kak. Berusaha bgt kl bisa pas keluar rumah pakai jilbab mulu. Semoga di-Ridhoi Allah. :3
ReplyNggak pernah pake punuk unta. Karena nyokap dulu gak punya begituan. Bersyukur banget mpok gue dulu masuk Rohis dan tau hijab yang bener. Gue bisa buat nyokap pake hijab yang nutup dada sebelum beliau nggak ada ;))
ReplyNah iniii aku setuju banget sama kamu :D jujur aku salut lho liat kamu hijrah, Mel :)
Replysemga tetep istiqomah
ReplySemoga tetep konsisten berhijabya sis. Btw, congratz ya buat domain barunya... \^-^/
Replywah subhanallah semoga istiqomah ya mbak mantap dah mbak ini
Reply